-->

Kamis, Mei 19, 2016

PNS TERKENA MUTASI PEJABAT ? INI SOLUSINYA

Pikiranku
Sudah menjadi suatu budaya, rutinitas dan kebiasaan kalau ada tujuan yang ingin dicapai maka langkahnya bermula dengan melempar rentetan isu tertentu dan  ditutup  dengan alih-alih gertakan pica-pica bunga berupa pemberian sanksi mutasi pejabat kepada ASN yang tidak melaksanakan. 

Tidak menutup mata fenomena ini selalu berulang terjadi  hingga mengguncang urat tawa saya ketika melihat lagak pejabat yang terdampak gertakan.

Seolah menghidupkan cara kerja teroris itu tumbuh subur di negeri ini yang kerap mengancam. Namun lucunya saat bersamaan justru dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang harus dibumihanguskan tanpa kata maaf. 

Terkait itu,  sejauh  yang diketahui gertakan masih dijunjung tinggi dan dianggap jurus lapangan paling ampuh untuk melumpuhkan nyali target sasaran secara telak. 

Tidak peduli apakah di ranah legislatif dan eksekutif, kedua lembaga ini secara bergantian kerap mengumbar gertakan sampai tingkat paling parah walau itu sepintas cuma “loleke” (baca bercanda). 

Fenomena Soal Gertakan

Secara ilmiah para ahli menjabarkan, gertak berhubungan dengan kepentingan tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Penjelasan ini akan menjadi masuk akal  sehat kalau terbukti kepentingan di maksud sudah terpenuhi sesuai keinginan
 
Jadi,  gertak itu hanyalah sebuah kata generik yang mengandung tipu muslihat dan belum tentu mempunyai kekuatan pendukung dibelakangnya untuk proses pembuktian. 

Namun ada juga gertakan yang bukan isapan jempol dan lucu-lucuan saja sekedar periuh  di lantai bursa media. 


Lihat saja di kabupaten tetangga,    Kab. Bolaang Mongondow Timur dan Kab. Bolaang Mongondow Selatan, tanpa mukadimah guyuran gertakan selalu saja berseliweran di atas atap kantor satuan kerja perangkat daerah dan DPRD    

Menarik untuk disimak sepak terjang kedua bupati tersebut karena mirip dengan polah tingkah Gubernur DKI Jakarta “Ahok” dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. 


Seolah Bolaang Mongondow Raya mendapat kiriman  Ahok dan Tri Rismaharini, anti gertak ibarat seekor singa yang siap mencabik-cabik mangsanya.  

Soal keberanian mereka tidak diragukan  lagi, selalu saja ada hal baru dan aneh serta tidak biasa yang mereka lakukan. 

Berhadap-hadapan dengan lembaga legislatif  dengan tudingan miring itu sudah biasa mereka lakukan dan tidak bisa dihitung dengan jari lagi.   

Apalagi kalau cuma menggertak  dengan mutasi pejabat SKPD,  tak ditabukan sudah menjadi menu santapan setiap hari mereka. 

Saya tidak tahu jenis  nutrisi penguat nyali seperti apa yang dikonsumsi dua kepala daerah ini sehingga berani melabrak mitra kerjanya DPRD.

Atas semua fenomena yang terjadi di dua kabupaten ini, saya mau katakan unik dan sangat inspiratif bagi pengusung aliran perubahan. 


Alasannya, strategi kompromi yang seyogyanya  menjadi ciri khas model  politik Indonesia guna meredam isu panas yang meletihkan, diabaikan begitu saja. 

Seolah-olah memberitahukan ke masyarakat, inilah dadaku dan anda tidak sia-sia memilih saya sebagai bupati periode kedua.  

Di titik kunci ini ancaman pemakzulan lembaga legislatif pada mereka berdua menanti tapi rupanya itu disadari sebagai proses yang panjang dan sulit dilakukan kata mantan ketua MK Prof. Mahfud MD dalam situs sindonews.com “impeachment itu supersulit”

Fenomena Mutasi Pejabat  


Kicau gertak menggertak oleh bupati/walikota dan oknum DPRD tidak luput juga daya jelajahnya  hinggap di kalangan pejabat PNS hingga terasa membuat kepala dan bokong gatal-gatal.  

Kebijaksanaan seorang pemimpin itu tidak tampak di sana, malah justru berkesan musuh bebuyutan yang setiap perkara harus diselesaikan lewat pertarungan kata-kata. 

Tak bisa di pungkiri ada oknum pejabat pns pemerintahan  yang bebal dan suka “baterek” dan perlu diberi titik tekan yang keras, namun bukan berarti semua PNS harus diberi perlakuan yang sama. 

Dalam banyak segi, profesi PNS itu sangat paradox, kuat dan penting tetapi sekaligus sangat lemah. 


Saya katakan begitu penting dan kuatnya karena PNS disumpah dan merupakan hasil dari proses seleksi ribuan orang.  Namun, di sisi lain akibat grand design organisasi serta aturan, membuat posisi PNS juga lemah. 

Anggapan itu sangat jelas bila dicermati dalam jenjang karier PNS yang selalu dikaitkan dengan lamanya berdinas, pun urusan kesejahteraan PNS sangat terkait erat dengan jabatan. 

Imbasnya, para pejabat paling takut akan tiarap dengan kabar pencopotan, mutasi pejabat dan non-job, seolah-olah dunia kiamat dan langit runtuh esok hari ketika tidak lagi memegang suatu jabatan. 

Menurut cara pandang John C. Maxwell lewat  21 teori kepemimpinan, bahwa aparatur yang mengagung-agungkan karier dan jabatannya dapat membelenggu masa depan suatu bangsa. 


Sebab, ini tipikal pimpinan kelas rendahan yang cuma diakui keberadaannya karena ia pemegang SK (surat keputusan). Kesetiaan yang mereka tunjukan cuma sekelas tahi kambing, akan bersama-sama ketika tidak terkena mutasi pejabat, namun cerai berai ketika mereka tersungkur karena jabatan itu lepas.   

Akibatnya muncul ungkapan asal bapak/ibu senang yang kerap dijadikan penuntun untuk bekerja. 

Ini akan menjadi keributan besar manakala angin buritan yang dihembuskan sang kapten menghendaki adanya perubahan haluan kapal.

Solusi Biar Jabatan Tidak Hilang

Masalahnya tidak sepele juga, alhasil ketika seorang PNS dituntun oleh kitab asal bapak/ibu senang  maka membuka ruang terjadinya korupsi berjamaah dengan menyelewengkan aturan. 

Padahal selaku pejabat pada dasarnya mereka adalah singa Afrika yang cerdik bak kancil namun sayangnya bermental kambing, digertak sedikit saja langsung mengembik, mengabulkan semua permintaan tak wajar. 

Mereka patuh karena takut kehilangan jabatan maka buah simalakama muncul  antara memenuhi kepentingan dan menjaga integritas pribadi.
 

Baca juga
Kumpulan Inovasi Daerah Thomas Alva Edison

Jadi kalau tidak mau jabatan itu hilang, ikuti dan penuhi saja permintaan aneh-aneh yang datang dari oknum anggota DPRD atau lainnya.

Namun hanya pejabat dungu yang mau menukar integritas  dengan materi dan jabatan sehingga rela mengaburkan  karakter jati dirinya sendiri.   

Karena akhirnya juga ketika sudah di penghujung jalan (baca : pensiun) barulah mereka sadari bahwa tidak berbuat apa-apa selama menjadi seorang PNS, yang dilakukan cuma rutinitas  dan pembodohan diri sendiri  untuk mengejar status sosial. 

Lantas, di mana posisi doa orang tua bisa kita wujudkan yang dulu ketika lahir menghendaki anaknya semoga menjadi orang yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah ? 

Akankah doa orang tua sudah tidak lagi menjadi begitu penting diwujudkan  sehingga tidak layak  ditanggapi ?.

Akhirnya, kepada tuan gubernur, bupati dan walikota mungkin  dapat belajar dulu dari pengalaman Hugo Raffael Chavez, Presiden Kuba yang sukses menggertak dunia barat. 


Jangan sampai anda keok karena isu  untuk menggertak tidak  tepat dan balik membuat sakit gigi ketika bertemu lawan yang sepadan. 

Tabiat kepala daerah menggertak pejabat dengan mutasi pejabat boleh saja dilakukan namun dengan catatan bukan untuk perkara sepele yang tidak membawa dampak apa-apa ke masyarakat. 

Masa sih urusan kecil saja harus dimulai dengan mengumbar gertakan sanksi mutasi pejabat, ini kan sangat menggelikan,sampai membuat kopi yang saya teguk harus keluar dari  lubang hidung saat membaca sajian pemberitaan beberapa media cetak.

Namun saya berharap alangkah baiknya gertakan itu dilantunkan secara menyejukkan sehingga pelan namun pasti target-target perubahan yang diinginkan dapat dapat capai.

Baca juga
Cara cepat menegakkan disiplin pns nakal

Bagikan artikel ini