-->

Sabtu, April 04, 2015

LELANG JABATAN SOLUSI 1/2 HATI


lelang jabatan
Teringat saat diskusi 3 tahun silam (2011) dengan teman-teman sekantor menyangkut pola penempatan pejabat di lingkungan pemerintahan daerah yang kerap di pertontonkan dan di pratekkan secara lumrah selama ini  adalah suatu fenomena yang  menarik untuk di bahas sampai berbuih-buih, mengapa fenomena ini terus terjadi di setiap masa pemerintahan. 

Hal yang terpatron kuat dalam otak kesadaran para ASN, kalau mau dapat jabatan eselon II, III ataupun IV musti rajin-rajin stor-stor muka, rajin hadir di setiap kesempatan acara di mana seorang pimpinan daerah  hadir. 

Jelas fenomena ini mengabaikan aspek kompetensi dan jauh dari keniscayaan kualitas. Karir seorang ASN  tergantung pada yang namanya hak preogratif pimpinan daerah.  

Berani macam-macam dengan pimpinan daerah maka bersiaplah jadi seperti orang pesakitan menunggu harap-harap cemas atas keputusan menyangkut nasib dirinya.    

Terlepas dari urusan pesakitan, debat pun bertebaran dengan beragam sudut pandang, tinjauan, kilahan, ngeles sana-sini, agar tidak di bilang biongo  dalam diskusi  tersebut namun di sepakati bahwa dasar perlunya perubahan pola penempatan pejabat adalah mengikuti sistem penganggaran yang berlaku saat ini yakni Anggaran Berbasis Kinerja  sehingga rumusan yang tepat untuk pola penempatan pejabat tersebut adalah Penempatan Pejabat Berbasis  kerja.  

Cukup logis argumentasi seperti itu, kalau penganggaran berbasis kinerja maka sepatutnya pola penempatan pejabat pengguna anggarannya  berbasis kinerja juga. 

Belakangan oleh Presiden Joko Widodo  sewaktu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta di populerkan dengan istilah Lelang Jabatan.

Rumusan penempatan pejabat berbasis kinerja yang di usulkan teman – teman dalam diskusi tersebut di rangkum dalam suatu kajian pendek berisi persyaratannya, proses dan mekanisme dan kurang lebih sama dengan yang telah di muat dalam Permenpan 13 Tahun 2014. 

Hal yang membedakan adalah standar kompetensi  yang dipakai  lebih kuantitatif  sedangkan dalam Permenpan 13 tahun 2014 cenderung kualitatif.   

Satu tahun  berlalu, dua tahun pun lewat sudah dan sejalan waktu  di tahun 2014 angin segar itu pun datang, berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah membuka ruang kompetisi bagi segenap aparatur sipil negara di dalam karir pemerintahan. 

Benar saja, pada bulan Januari 2015 Pemerintah Kota Kotamobagu mengambil langkah berani mengumumkan seleksi terbuka/lelang jabatan untuk 18 jabatan pimpinan tinggi pratama (JPT).

Tak berpikir panjang lagi untuk sekedar timbang timbang layaknya orang lagi kepepet  mau ikut dan tidak,  peluang itu pun di sikat, semua persyaratan administrasi semaksimal mungkin di penuhi dan prosesnya pun di ikuti sesuai ketentuan yang berlaku. 

Mulai dari urusan administrasi kepegawaian kepangkatan, rekomendasi PPK, ijazah, makalah dsbnya.  Niatan mengikuti seleksi terbuka ini adalah untuk menguji system yang di berlakukan pemerintah apakah sejalan dengan imaginasi saya dan teman-teman 3 tahun silam sebelumnya.   

Terobosan yang di lakukan oleh Pemerintah Kota Kotamobagu sungguh luar biasa tentu tak lepas dari peran Adnan Massinae, S.Sos, MAP selaku Kepala  Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kota Kotamobagu. 

Langkah inovatif layanan publik seperti ini  sudah seyogyanya menjadi trending topic baru untuk di ikuti semua level pemerintahan guna membangun tata pemerintahan berbasis good dan clean government.   

Setidaknya model penempatan pejabat dengan metode lelang jabatan seperti ini akan membebaskan beban moral seorang pimpinan daerah atas segala permintaan yang di latar belakangi kepentingan para tim sukses yang dulu menjadi pendukung setianya.   

Namun sangat di sayangkan setelah mengikuti serangkaian tahapan seleksi terbuka tersebut masih di jumpai beberapa kelemahan  sebagai berikut :
  1. Pendaftaran peserta seleksi hanya di ijinkan untuk mendaftar pada satu jabatan tinggi pratama, sehingga hal ini membuka kemungkinan kuota pendaftar tidak akan terpenuhi  yakni minimal 3 peserta untuk satu jabatan pimpinan tinggi pratama. Kalaupun terpenuhi untuk beberapa kali perpanjangan pendaftaran maka kecenderungan terjadi adalah  pengabaian syarat administrasi yang di berlakukan. Maksudnya bisa saja ada peserta yang tidak memenuhi suatu syarat administrasi tertentu tetapi sengaja di loloskan demi untuk memenuhi kuota jabatan.     
  2. Proses pemilihan anggota panitia seleksi hanya memperhitungkan latar belakang dan rekam jejak anggota pansel tersebut. Aspek emosional seperti hubungan kekerabatan tidak di perhitungkan. Akibatnya apabila ada peserta seleksi terbuka yang mengikuti proses tersebut dan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan anggota pansel maka bisa di pastikan akan lulus.  
  3. Pengumuman peserta yang di lulus seleksi terbuka hanya di lakukan menurut abjad dan bukan rangking, sehingga akan tidak pernah di ketahui nilai kompetensi masing-masing peserta yang lulus.
  4. Standar nilai kompetensi yang di berlakukan baik untuk kompetensi manajerial ataupun bidang hanya bersifat kualitatif (hasil wawancara, persentasi dsb) sehingga setiap anggota pansel bebas menerjemahkan kompetensi tidaknya seseorang. Implikasinya seseorang yang mungkin memiliki kompetensi dari sudut pandang anggota pansel lain tapi belum tentu bagi anggota pansel lainnya.

Fakta-fakta unik yang di jumpai selama mengikuti seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi pratama pada Pemerintah Daerah Kota Kotamobagu merupakan gambaran pelaksanaan lelang jabatan masih setengah hati dan hal ini pasti terjadi juga pada pemerintah daerah yang lain di Indonesia. 

Artikel Lain

Lelang jabatan  merupakan solusi yang tepat atas karut marut politik dan karir ASN yang bercampur menjadi satu layaknya tinutuan. Karir seorang ASN akan sangat di tentukan kontribusi dia saat pimpinan daerah bertarung dalam ranah politik di masa sebelumnya. 

Tidak mengherankan  di masa sebelumnya seorang ASN menjadi alat  kepentingan politik, menjadi mesin meraup suara untuk dan atas nama incumbent. Kalau begitu bagaimana masa sekarang setelah di berlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ?

Tidak perlu berpikir panjang  sampai membuat jidat berkerut-kerut yang menambah garis-garis ketuaan,  untuk menjawab pertanyaan tersebut saya katakan “Sama”. 

Kalau dulu karir ASN di tentukan oleh  baperjakat dan sebagai penggantinya di masa sekarang adalah panitia  seleksi. Penentuan hasil akhir dari 2 pola penempatan pejabat tersebut masih tetap dalam ranah hak preogratif pimpinan daerah. 

Kesimpulan ini terpapar secara terang benderang dalam kalimat bertuah yang dapat  di jumpai dalam halaman penjelasan Permenpan 13 Tahun 2014 pada diktum “hasil seleksi” point d bahwa Peringkat nilai yang disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian bersifat rahasia. 

Artinya walau semua tahapan seleksi terbuka telah di lakukan mengikuti mekanisme dan prosedur normatif   namun ujug-ujugnya menentukan kompetensi tidaknya seseorang ASN masih  di bungkus ranah   hak preogratif pimpinan daerah (Pejabat Pembina Kepegawaian). 

Kalau begitu cukup sederhana untuk menyimpulkan lelang jawaban adalah sebuah solusi ½ hati, dan itu menjadi catatan kritis perlunya Kementerian Aparatur Sipil Negara dan reformasi birokrasi untuk menyempurnakan regulasi  yang  berlaku saat ini. Semoga bermanfaat 

 Artikel lain  Dosis Tepat Mutasi Jabatan

Bagikan artikel ini